Jumat, 31 Mei 2013

Efektifkah Penggunaan TPS pada Pemilu Raya Mahasiswa (PEMIRA) UNHI 2013

Setiap tahun UNHI melaksanakan pesta demokrasi yang dikenal dengan istilah Pemira (Pemilu Raya Mahasiswa), Pemira diadakan untuk memilih Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNHI. Perhelatan akbar tersebut diharapkan menarik perhatian semua civitas akademika UNHI. Pemira tersebut diselenggarakan oleh Komisi Pemilu Raya Mahasiswa yang di bentuk oleh BEM UNHI sebagai lembaga eksekutif.  Pemira UNHI diharapkan diikuti oleh semua mahasiswa UNHI yang kurang lebih berjumlah 3900 mahasiswa, namun selama ini Pemira UNHI baru diikuti maksimal oleh 800 mahasiswa. BEM UNHI tahun ini membuat beberapa aturan atau regulasi baru pemira agar setidaknya 50% mahasiswa UNHI dapat turut andil.
 
Pemira dilaksanakan setiap tahunnya pada akhir masa jabatan ketua BEM selama satu periode. Pemira dimulai dengan masa pendaftaran, selanjutnya masa kampanye, masa pemilihan dan masa perhitungan suara. Seharusnya semua mahasiswa ikut dalam perhelatan demokrasi tersebut, namun selama ini baru sekitar 20% mahasiswa yang ikut berpartisipasi untuk memilih calon Ketua BEM. Tercatat pada pemira sebelumnya (2011), mahasiswa yang berpartisipasi sebagai pemilih kurang lebih berjumlah 800 mahasiswa. BEM sebagai lembaga ekseskutif mencoba melakukan beberapa kajian, mengapa Pemira sebagai salah satu proses demokrasi di UNHI masih kurang begitu diminati oleh mahasiswa, padahal pemira memilih Ketua BEM yang akan menjadi wajah UNHI di eksternal kampus serta memperjuangkan kepentingan mahasiswa.

Ketua Komisi Pemira UNHI 2013 Made Dody Septyadi mengungkapkan “Komisi Pemira UNHI 2013 sebagai panitia pelaksana Pemira berencana  mengubah beberapa hal penting dalam peraturan pemira yang selama ini di anggap kurang bermanfaat sehingga menghalangi tercapainya jumlah target pemilih. Diantaranya adalah perubahan calon ketua perseorangan menjadi pasangan calon yakni calon ketua dan wakil ketua, selain itu peraturan yang berkaitan dengan masa kampanye juga dirubah. Masa kampanye yang selama ini tidak diatur kini diatur agar terstruktur. Selama ini tidak diaturnya masa kampanye dianggap sangat kurang untuk mensosialisasikan pemimpin yang akan dipilih, sehingga sebagian besar mahasiswa UNHI tidak mau memilih dan berpartisipasi” ungkapnya.

Hal lain yang menarik adalah rencana Komisi Pemira UNHI berencana merubah sistem pemilihan tahun 2013 dengan penggunaan Tempat Pemungutan Suara (TPS), jika dirasa TPS bisa lebih efektif untuk menunjang partisipasi aktif mahasiswa dan memungkinkan dilaksanakan tahun ini kenapa tidak. Namun, tentu saja ada banyak pertimbangan yang harus secara bijak dikaji lebih mendalam untuk mewujudkan hal tersebut. Pada tahun-tahun sebelumnya saja dengan menggunakan sistem “jemput bola” atau mendatangi ke kelas masing-masing hasil yang didapatkan belum optimal apalagi sekarang dengan penggunaan system TPS, menjadi pertanyaan besar adalah apakah akan menggugah minat mahasiswa untuk menyalurkan suaranya atau malah sebaliknya.

Mahasiswa Semester IV Fakultas Pendidikan Agama & Seni (FPAS) ini menambahkan “Beberapa perubahan yang bersifat inovasi tersebut tentunya akan banyak memberikan beberapa dampak terhadap partisipasi mahasiswa dalam Pemira tahun ini. Komisi pemira menargetkan 2000 pemilih dari 6 fakultas ikut berpartisipasi dalam Pemira tahun ini”. Jika memang benar-benar bisa mencapai target, ini merupakan sungguh prestasi yang luar biasa. Mengapa demikian, hal ini membuktikan bahwa kesadaran mahasiswa UNHI mulai terbangun, mahasiswa tidak hanya dating duduk diam atau bahkan kuliah pulang-kuliah pulang melainkan sadar untuk menyalurkan suara dan aspirasinya sebagai mahasiswa. Hal ini juga dapat membuktikan bahwa demokrasi bisa berjalan di kampus kuning ini. (Gun)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Free Web Hosting