Setiap
tahun UNHI melaksanakan pesta demokrasi yang dikenal dengan istilah Pemira
(Pemilu Raya Mahasiswa), Pemira diadakan untuk memilih Ketua Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) UNHI. Perhelatan akbar tersebut diharapkan menarik perhatian
semua civitas akademika UNHI. Pemira tersebut diselenggarakan oleh Komisi
Pemilu Raya Mahasiswa yang di bentuk oleh BEM UNHI sebagai lembaga eksekutif.
Pemira UNHI diharapkan diikuti oleh semua mahasiswa UNHI yang kurang
lebih berjumlah 3900 mahasiswa, namun selama ini Pemira UNHI baru diikuti
maksimal oleh 800 mahasiswa. BEM UNHI tahun ini membuat beberapa aturan atau
regulasi baru pemira agar setidaknya 50% mahasiswa UNHI dapat turut andil.
Pemira
dilaksanakan setiap tahunnya pada akhir masa jabatan ketua BEM selama satu
periode. Pemira dimulai dengan masa pendaftaran, selanjutnya masa kampanye,
masa pemilihan dan masa perhitungan suara. Seharusnya semua mahasiswa ikut
dalam perhelatan demokrasi tersebut, namun selama ini baru sekitar 20%
mahasiswa yang ikut berpartisipasi untuk memilih calon Ketua BEM. Tercatat pada
pemira sebelumnya (2011), mahasiswa yang berpartisipasi sebagai pemilih kurang
lebih berjumlah 800 mahasiswa. BEM sebagai lembaga ekseskutif mencoba melakukan
beberapa kajian, mengapa Pemira sebagai salah satu proses demokrasi di UNHI
masih kurang begitu diminati oleh mahasiswa, padahal pemira memilih Ketua BEM
yang akan menjadi wajah UNHI di eksternal kampus serta memperjuangkan kepentingan
mahasiswa.
Ketua
Komisi Pemira UNHI 2013 Made Dody Septyadi mengungkapkan “Komisi Pemira UNHI
2013 sebagai panitia pelaksana Pemira berencana mengubah beberapa hal
penting dalam peraturan pemira yang selama ini di anggap kurang bermanfaat
sehingga menghalangi tercapainya jumlah target pemilih. Diantaranya adalah
perubahan calon ketua perseorangan menjadi pasangan calon yakni calon ketua dan
wakil ketua, selain itu peraturan yang berkaitan dengan masa kampanye juga
dirubah. Masa kampanye yang selama ini tidak diatur kini diatur agar
terstruktur. Selama ini tidak diaturnya masa kampanye dianggap sangat kurang
untuk mensosialisasikan pemimpin yang akan dipilih, sehingga sebagian besar
mahasiswa UNHI tidak mau memilih dan berpartisipasi” ungkapnya.
Hal
lain yang menarik adalah rencana Komisi Pemira UNHI berencana merubah sistem
pemilihan tahun 2013 dengan penggunaan Tempat Pemungutan Suara (TPS), jika
dirasa TPS bisa lebih efektif untuk menunjang partisipasi aktif mahasiswa dan
memungkinkan dilaksanakan tahun ini kenapa tidak. Namun, tentu saja ada banyak
pertimbangan yang harus secara bijak dikaji lebih mendalam untuk mewujudkan hal
tersebut. Pada tahun-tahun sebelumnya saja dengan menggunakan sistem “jemput bola” atau mendatangi ke kelas
masing-masing hasil yang didapatkan belum optimal apalagi sekarang dengan
penggunaan system TPS, menjadi pertanyaan besar adalah apakah akan menggugah
minat mahasiswa untuk menyalurkan suaranya atau malah sebaliknya.
Mahasiswa
Semester IV Fakultas Pendidikan Agama & Seni (FPAS) ini menambahkan “Beberapa
perubahan yang bersifat inovasi tersebut tentunya akan banyak memberikan
beberapa dampak terhadap partisipasi mahasiswa dalam Pemira tahun ini. Komisi
pemira menargetkan 2000 pemilih dari 6 fakultas ikut berpartisipasi dalam
Pemira tahun ini”. Jika memang benar-benar bisa mencapai target, ini merupakan
sungguh prestasi yang luar biasa. Mengapa demikian, hal ini membuktikan bahwa
kesadaran mahasiswa UNHI mulai terbangun, mahasiswa tidak hanya dating duduk
diam atau bahkan kuliah pulang-kuliah pulang melainkan sadar untuk menyalurkan
suara dan aspirasinya sebagai mahasiswa. Hal ini juga dapat membuktikan bahwa
demokrasi bisa berjalan di kampus kuning ini. (Gun)