Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar menggelar acara wisuda sarjana ke-44, magister ke-16 dan doktor ke-4 pada hari jumat, 4 oktober 2013. Wisuda ini merupakan suatu proses pelantikan kelulusan mahasiswa yang telah menempuh masa belajar pada suatu universitas, di UNHI sendiri acara wisuda biasanya dilaksanakan dua kali setahun yakni pada bulan mei dan oktober. Acara yang dilaksanakan di aula kampus UNHI ini dihadiri oleh pejabat Rektorat, Dekanat, Dosen, hadir pula undangan dari Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, Rektor Universitas se-Bali, Ketua Kopertis VIII dan tentunya wisudawan dan wisudawati beserta keluarga dan kerabatnya.
Ada hal yang berbeda pada wisuda tahun ini, jika
pada tahun-tahun sebelumnya pelaksanaan wisuda dikampus dilaksanakan di atas
panggung buatan di lapangan kampus, wisuda tahun ini dilaksanakan di “aula
setengah jadi”. Dikatakan setengah jadi karena aula yang digunakan memang belum
sepenuhnya selesai alias masih dalam proses pengerjaan. Salah satu yang paling
mencuri perhatian adalah aula belum dipasangi atap, selain itu juga belum
dilengkapi fasilitas didalamnya seperti kursi dan sound.
Menanggulangi hal tersebut pihak panitia wisuda
melakukan dekorasi dengan menyewa tenda, kursi dan sound. Panitia juga
bekerjasama dengan mahasiswa seni rupa untuk interiornya dan penambahan
fasilitas kipas angin untuk memberikan rasa nyaman kepada para undangan,
wisudawan, wisudawati beserta keluarga.
Namun hal itu semua nampaknya belum maksimal, hal
ini dibuktikan dengan rasa kecewa dari beberapa keluarga wisudawan dan wisudawati.
Made Putra, orang tua dari salah satu wisudawan asal Karangasem mengatakan kecewa dengan tempat pelaksanaan
wisuda karena tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. “Saya kecewa dengan
tempatnya, bayarnya mahal tapi tempatnya begini. Harusnya kan disesuaikan,
kalau bayarnya segitu dimana, kalau tempatnya begini biaya bisa diturunkanlah
sedikit” ungkapnya.
Sementara itu hal berbeda disampaikan orang tua
wisudawati lainnya, I Putu Adnyana.
Pria asal Tabanan ini mengaku kecewa dengan tempat pelaksanaan wisuda putrinya karena kondisi gedung panas dan kurangnya tempat duduk. “Tempat wisudanya panas, ada kipas angin tapi lama sekali hidupnya. Kursinya juga kurang, kan kasihan banyak orang tua yang harus berdiri” ujarnya. Ia berharap kedepannya pihak kampus lebih memperhatikan fasilitas tempat wisuda sehingga bisa memberikan rasa nyaman kepada undangan juga keluarga wisudwan dan wisudawati.
Pria asal Tabanan ini mengaku kecewa dengan tempat pelaksanaan wisuda putrinya karena kondisi gedung panas dan kurangnya tempat duduk. “Tempat wisudanya panas, ada kipas angin tapi lama sekali hidupnya. Kursinya juga kurang, kan kasihan banyak orang tua yang harus berdiri” ujarnya. Ia berharap kedepannya pihak kampus lebih memperhatikan fasilitas tempat wisuda sehingga bisa memberikan rasa nyaman kepada undangan juga keluarga wisudwan dan wisudawati.
Keluhan-keluhan
dari orang tua merupakan ungkapan kekecewaan yang masuk akal, mereka datang
jauh-jauh bahkan ada yang dari luar Bali untuk melihat putra-putri mereka
diwisuda. Mereka membayar wisuda dengan biaya jutaan namun dilaksanakan di
“aula setengah jadi”.
Hal ini harus menjadi perhatian serius dan
tanggungjawab semua pihak, bukan hanya dari rektorat atau dekanat tetapi UNHI
secara menyeluruh. Jika tidak bisa saja akan mencoreng citra UNHI di
masyarakat. Semoga wisuda tahun-tahun berikutnya hal yang sama tidak terulang
lagi. Ini harus menjadi bahan evaluasi kedepannya demi terciptanya pembangunan
dan perkembangan UNHI ke arah yang lebih baik. (SW)
1 komentar:
denger denger sewa tenda saja itu dana nya 500 juta ????
something wrong, :D
Posting Komentar