TRANSPARANSI
BUDAYA
Seiring perkembangan arus globalisasi dan tidak ada
pemisah yang nyata antara budaya bangsa yang satu dengan yang lainnya semakin
membuat budaya lokal kita menjadi “pincang”. Bagaimana tidak, dulu beda antara
budaya timur dan barat terpampang nyata. Namun kini dinding pembatas itu
semakin rapuh bahkan jebol membuat mereka saling tarik menarik. Yang kalah
hanyalah menjadi pengikut trend budaya pemenang arus global. Itulah yang juga
terjadi terhadap budaya lokal Indonesia, termasuk budaya bali. Kini hanyalah
percikan pemikiran kecil dari para penggerak yang mampu membangkitkan semangat
rasa peduli untuk tetap mempertahankan budaya lokal seperti yang dilakukan oleh
Nyoman Gunarsa.
Upaya yang dilakukan Maestro Seni
Nyoman Gunarsa yang menggagas dan melaksanakan
Festival
Internasional Bahasa Bali atau International Festival of Balinese Language
(IFBL) di Museum Gunarsa Semarapura, Kabupaten Klungkung diselenggarakan dari tanggal
08 - 30 November 2013 dikemas dalam bentuk parade seni dengan melibatkan ratusan
seniman lokal dan mancanegara.
Upaya melestarikan bahasa daerah
dan sastra sangatlah penting, mengingat pada masa kini batas pemisah antara
Negara dan manusia semakin kabur dan selanjutnya terjadilah proses interaksi,
adaptasi, adopsi bahkan kolabrasi berbagai unsure budaya. Hal itu diperparah lagi
dalam kondisi komunikasi keseharian baik di rumah maupun luar rumah semakin enggan
menggunakan bahasa Bali. Bahkan ada ungkapan
generasi muda bahwa berbahasa Bali adalah hal kuno. Dalam suatu dilematis tersebut,
upaya pemberdayaan bahasa dan sastra Bali dilihat sebagai sebuah kegiatan strategis,
agar budaya local dapat mengaktualisasikan diri dalam konteks global, dan dipihak
lain menghindarkan berbagai pengaruh homogenisasi budaya.
Kegiatan yang berlangsung
hampir sebulan itu juga melibatkan peserta dari Sembilan Negara yang meliputi
Australia, Belanda, Italia, Switzerland, Perancis, Amerika Serikat, Jepang dan
India serta Indonesia yang sekaligus menjadi tuan rumah. Kegiatan tersebut diawali
dengan pawai sastra budaya, pembacaan puisi/prosa berbahasa daerah Bali,
bercerita menggunakan Bahasa Daerah Bali, menyanyi lagu berbahasa Bali,
pementasan drama berbahasa Bali serta pameran buku langka Bali dan prasilontas.
Gunarsa
berharap peserta dari mancanegara mampu memperkaya khasanah Bahasa Bali
sehingga tidak tercabut dari akarnya, sekaligus memberikan masukan dalam memuliakan,
mengembangkan dan melestarikan bahasa Bali. Selain itu mampu menyebarluaskan kepada
dunia internasional tentang hakekat bahasa Bali dan sastra di dalam dunia pendidikan
untuk membentuk karakter bangsa, sekaligus memperkaya khasanah budaya dunia.
Gunarsa
menambahkan, pihaknya menggelar kegiatan IFBL mengingat pemerintah pusat,
khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak lagi mencantumkan Bahasa
Daerah Bali dalam kurikulum mata pelajaran pokok khususnya di Bali sebagai bahasa
ibu. Berbagai persiapan telah dilakukan untuk menyukseskan kegiatan bertaraf internasional
itu, termasuk pembentukan panitia dan panitia pengarah dengan pelindung Gubernur
Bali Made Mangku Pastika.
Budaya
luar boleh saja membaur dengan budaya
lokal, namun jangan sampai mendepak budaya dan
kearifan lokal. Karena jika itu sampai terjadi sama saja kita
telah kehilangan jati diri.
Salam PERSMA
(Devi
& Virgo)
0 komentar:
Posting Komentar