Sabtu, 20 April 2013

BEM UNHI & BAWA Gelar Kuliah Umum "Kesejahteraan Hewan Menurut Perspektif Agama Hindu".

Bali Animal Walfare association (BAWA) bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNHI mengadakan kuliah umum bagi mahasiswa dengan tema “Kesejahteraan Hewan Menurut Perspektif Agama Hindu” pada hari jumat, 19 April 2013 kemarin yang bertempat di Aula Rektorat lantai 3 UNHI. Hal ini bertujuan untuk mengajak mahasiswa Bali agar lebih peduli terhadap hewan. Pada kesempatan kali ini BAWA mengundang Ida Pedande Gede Made Gunung dan Dr.Nanditha Krishna (pakar Hindu di India) sebagai pembicara. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepedulian BAWA terhadap kesejahteraan hewan khususnya di Bali di antaranya selain memberikan perawatan medis, memberi tempat tinggal atau menampung hewan tak bermajikan hingga ada yang mauengadopsi hewan tersebut, dan memberikan makanan dijalan pada anjing-anjing terlantar.

Hewan peliharaan merupakan hewan yang dipelihara oleh manusia dan tidak sering hewan peliharaan ini sekaligus menjadi sahabat manusia itu sendiri. Berbeda dengan hewan ternak yang fungsinya sebagai kepentingan ekonomi. Hewan peliharaan biasanya memiliki karakter yang setia pada majikannya atau memiliki penampilan yang lucu dan unik. Secara teori seseorang dapat memelihara hewan apapun sebagai hewan peliharaannya, namun nyatanya banyak kita jumpai hanya beberapa spesies yang diminati dan dipelihara oleh manusia, seperti anjing, kucing, burung atau ikan. Banyak pula film-film yang mengangkat kisah kesetiaan dan kelucuan antara majikan dan hewan peliharaannya, yang mungkin setelah kita menonton film tersebut kita akan tertarik untuk memiliki hewan peliharaan seperti di tokoh cerita.

Di Bali sendiri banyak masyarakat yang memelihara anjing kintamani sebagai hewan peliharaan, selain melestarikan hewan lokal Bali, anjing kintamani terkenal dengan genetiknya yang paling kaya di dunia dan anjing kintamani ini juga merupakan nenek moyang dari anjing proto. selain itu ada kalimat yang menyatakan bahwa "bali bukan sebuah surga tanpa kehadiran anjing-anjingnya". maka dari itu di daerah ubud, bali di dirikannya sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bernama BAWA "Bali Animal Welfare Association" salah satu gerakan perlindungan terhadap hewan-hewan khususnya anjing yang berada di Bali, yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan hewan-hewan yang tidak memiliki majikan/hidup di jalanan, mengendalikan populasi dan meningkatkan kesehatan hewan di Bali serta memberikan edukasi kepada masyarakat tentang kesejahteraan hewan.

Hewan memiliki kedudukan tinggi dalam ajaran agama Hindu, di berbagai kitab agama hindu, hewan digambarkan sebagai sahabat setia para dewa dan guru bagi manusia. Penganut agama Hindu di ajarkan untuk menjaga hewannya dengan baik, karena melindungi hewan merupakan karma. Namun, pada kenyataanya banyak didapati hewan terlantar dan dianiaya di berbagai tempat di Bali dan hal ini tidak mencerminkan nilai-nilai agama Hindu. Berangkat dari keprihatinan, BAWA melakukan program edukasi bagi masyarakat di Bali "kami harap mahasiswa di Bali sebagai anak muda yang terpelajar dapat membantu kami memotivasi masyarakat luas untuk lebih peduli terhadap hewan" ungkap Janice Girardi direktur BAWA. Setiap bulannya BAWA menerima 250 laporan khusus hewan sakit, terlantar dan dianiaya.

“Mengapa anjing begitu spesial?” menurut Dr.nanditha krishna, seorang direktur The C.P. Ramaswami Aiyar Foundation Chennai, India yang juga menjadi narasumber di perkuliahan umum ini mengungkapkan bahwa anjing begitu dispesialkan karena anjing merupakan teman dan sahabat yang setia, penjaga rumah dan lingkungan, pembantu petani, pemandu dan terapis untuk fisik, mental dan emosi, dan anjing merupakan limpahan kasih sayang.

Sementara itu, Ida Pedande Gede Made Gunung mengungkapkan bahwa meditasi akan membawa manusia pada pengabdian pada Tuhan, cinta sesama dan kasihan pada lingkungan. Menurut penuturan beliau, adanya otonan di Bali merupakan salah satu simbol kasih sayang dan saling menyayangi sebagai salah satu bentuk memanusiakan alam dan lingkungan. Untuk dapat melakoni hidup dengan melestarikan hewan, maka kita mulai dari melestarikan diri kita sendiri. Bukan hanya dengan hewan saja, pelestarian seharusnya di lakukan pada lingkungan, alam, dan diri kita sendiri. (NJ)

Senin, 15 April 2013

Fakultas Pendidikan Agama & Seni UNHI akan Melaksanakan PKL di Jawa Timur.



Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah suatu bentuk pendidikan dengan cara memberikan pengalaman belajar bagi mahasiswa untuk berpartisipasi dengan tugas langsung di masyarakat atau wilayah tertentu. PKL memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengabdikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh di kampus. PKL merupakan wujud  relevansi antara teori yang didapat selama di perkuliahan dengan praktek yang ditemui baik di masyarakat. 

PKL akan menambah kemampuan untuk mengamati, mengkaji serta menilai antara teori dengan kenyataan yang terjadi dilapangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas managerial mahasiswa dalam mengamati permasalahan dan persoalan, baik dalam bentuk aplikasi teori maupun  kenyataan yang sebenarnya.Melalui PKL memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengenal dan mengetahui secara langsung tentang kondisi masyarakat di lapangan, mahasiswa dapat menilai tentang pengembangan dari ilmu yang mereka miliki dan mahasiswa akan merasakan secara langsung perbedaan antara teori di kelas dengan yang ada di lapangan.

Seperti halnya di kampus-kampus lain, di Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar juga melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL). PKL akan dilaksanakan oleh Program Studi Pendidikan Agama Hindu Fakultas Pendidikan Agama dan Seni (FPAS) sesuai dengan yang tercantum dalam kurikulum program studi. PKL ini akan diikuti oleh mahasiswa semester 8 program studi Pendidikan Agama Hindu.

Drs. I Wayan Suija, M.Pd selaku Wakil Dekan I FPAS bidang akademik menjelaskan bahwa “kurikulum program studi itu ada dua, yang pertama ada kurikulum inti dan yang kedua adalah kurikulum lokal.. Kurikulum inti adalah kurikulum yang disusun dipusat terdiri dari beberapa mata kuliah pokok dengan harapan agar peserta didik (mahasiswa) diseluruh Indonesia mempunyai standar kecakapan yang sama.

Sedangkan kurikulum lokal merupakan kurikulum yang disesuaikan atau diperkaya (ditambah) dengan mata kuliah yang ada dilingkungan setempat. Cara yang demikian ini dikenal dengan penyesuaian kurikulum yakni memberikan contoh atau perluasan pelajaran dengan materi yang ada dilingkungan dengan maksud agar konsep-konsep yang ada didalam mata kuliah yang bersangkutan menjadi lebih kuat dikuasai oleh para peserta didik. Kegiatan PKL ini adalah salah satu mata kuliah yang masuk kedalam kurikulum lokal.” ungkapnya.

Sementara itu mengenai tempat  dan proses PKL, Drs. I Made Nada Atmaja, M.Si selaku WD III FPAS bidang kemahasiswaan menjelaskan “untuk kegiatan PKL tahun ini akan dilaksanakan di Jawa Timur, lokasi yang akan dikunjungi antara lain Pura Blambangan, Pura Semeru Agung, Desa Tosari Bromo, Gunung Bromo, Taman Selekta Malang, Pura Giri Arjuna dan Jatim Park.

Proses pelaksanaan PKL akan dilaksanakan selama 4 hari mulai dari tanggal 27 april 2013 sampai dengan 30 april 2013. Kegiatan diawali dengan persembahyangan bersama di Pura Mahawidya Mandira UNHI, yang dilaksanakan H-1 (26 april 2013) sebelum berangkat. Setelah sampai mahasiswa akan melaksanakan beberapa agenda antara lain, persembahyangan bersama di Pura Blambangan, Pura Semeru Agung dan Pura Giri Arjuna” ungkapnya.

“Mahasiswa juga akan melakukan penelitian di Desa Tosari Bromo untuk mengetahui dan melihat kondisi masyarakat Hindu disana serta mencari tahu masalah-masalah yang dihadapi. Mahasiswa juga akan diberikan tugas secara berkelompok untuk melakukan penelitian tentang keberadaan Pura-pura yang ada di wilayah tersebut. Selain itu mahasiswa juga akan mendapat pengarahan dari Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Pasuruan. Setelah cukup lelah melakukan perjalanan, melakukan penelitian, dan mendengarkan pengarahan, mahasiswa akan diajak berekreasi ke Taman Selekta dan Jatim Park” tambah dosen yang akrab disapa Pak Nada ini saat memberikan pengarahan kepada mahasiswa yang akan mengikuti PKL.

Melihat waktu pelaksanaan PKL yang semakin dekat, ada baiknya mahasiswa mulai mempersiapkan diri, mulai dari persiapan fisik, materi, dan lain-lain. Namun dibalik itu semua beberapa mahasiswa ada yang tidak bisa ikut PKL, alasannya pun beragam mulai dari sakit, kerja dan lain-lain. Saat dikonfirmasi terkait masalah ini, pihak fakultas yang saat itu diwakili WD I dan WD II berjanji akan mencarikan solusi dengan melakukan musyawarah bersama antara dosen dan mahasiswa bersangkutan, apakah diberikan tugas lain sebagai pengganti PKL atau ada hal lainnya, keputusannya belum bisa dipastikan karena semua itu masih menunggu jumlah (volume) mahasiswa yang tidak ikut PKL. Semoga kegiatan PKL berjalan lancar dan sukses. (Gun)

Senin, 08 April 2013

Mahasiswa UNHI Mengikuti Workshop Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)



Istilah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) mungkin masih asing bagi mahasiswa UNHI. Untuk mengenal lebih jauh mengenai PKM, bagaimana prosedur pembuatan dan persyaratan PKM, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) pada hari senin 8 april 2013 kemarin melaksanakan Workshop Hibah Pengabdian Masyarakat dan Informasi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Puluhan mahasiswa Universitas Hindu Indonesia (UNHI) dari berbagai fakultas mengikuti kegiatan workshop  yang bertempat di Aula Lantai III Rektorat UNHI. Hadir sebagai pembicara pada workshop tersebut Prof. DR. Sundani Nurono Suwandi dari Dirjen DIKTI Pusat.

Pada pemaparannya dijelaskan panjang lebar mengenai PKM. “PKM adalah singkatan dari Program Kreativitas Mahasiswa yang diselenggarakan oleh Dikti guna memberi ruang untuk para Mahasiswa menunjukkan kreativitasnya. PKM merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M) Ditjen Dikti dalam meningkatkan kualitas peserta didik (mahasiswa) di perguruan tinggi agar kelak dapat menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan meyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta memperkaya budaya nasional”.

Beliau menambahkan bahwa PKM memiliki tujuh jenis kegiatan yakni PKM-Penelitian (PKM-P), PKM-Penerapan Teknologi (PKM-T), PKM-Kewirausahaan (PKM-K), PKM-Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM-M), PKM-Karsa Cipta (PKM-KC), PKM-Artikel Ilmiah (PKM-AI), dan PKM-Gagasan Tertulis (PKM-GT). Selain PKM-AI, semua PKM akan dilombakan di dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Naional (PIMNAS). Selain itu juga dijelaskan perkembangan jumlah proposal yang diajukan oleh mahasiswa berbagai Universitas di Bali dari tahun ke tahun, proses seleksi yang dilakukan oleh DIKTI serta kendala-kendala yang sering dihadapi mahasiswa dalam pengajuan proposal.  

“Untuk kedepannya, PKM perlu optimalisasi dari berbagai kalangan, baik dari dosen dan yang terpenting adalah bisa memotivasi mahasiswa dalam berkreatvitas. Dalam waktu dekat ini semoga bisa menghasilkan proposal-proposal, mudahan lebih banyak lagi proposal dari yang kemarin. Oleh karenanya, ikutilah pembekalan melalui workshop ini dengan sebaik-baiknya” kata Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Drs. Ida Bagus Made Merta, M.Pd yang sekaligus menjadi moderator pada acara ini. 

Sementara itu Mia Kusuma Dewi, mahasiswa Fakultas Ilmu Agama dan Kebudayaan mengatakan“Jujur saya baru pertama kali mendengar istilah PKM ini, dengan diadakannya kegiatan ini pastinya akan sangat bermanfaat untuk merangsang kreativitas mahasiswa, sosialisasi mengenai kegiatan PKM ini harus lebih banyak lagi dilaksanakan agar kedepannya banyak mahasiswa yang tahu dan bisa mengikuti PKM ini”.


Workshop ini berjalan dengan sangat interaktif, karena peserta yang hadir turut berinteraksi baik dengan antar peserta dengan pembicara. Dengan adanya kegiatan ini, semua pihak berharap akan memotivasi para mahasiswa untuk mengisi waktu senggangnya untuk melakukan kegiatan positif dengan membuat PKM yang lebih kreatif dan inovatif. (Gun)

Jumat, 01 Maret 2013

Tumpek Wariga : Mengingatkan Manusia Untuk Peduli dengan Alam dan Lingkungan.

Tumpek bubuh / tumpek wariga juga disebut tumpek pengatag merupakan turunnya Hyang Ciwa untuk memelihara keharmonisan kehidupan di dunia. Perayaan tumpek wariga ini 25 hari menjelang Hari raya Galungan bertujuan agar pohon / tumbuh tumbuhan yang ada disekeliling kita diharapkan dapat memenuhi kebutuhan umatnya. Seperti tumbuh tumbuhan, daun daunan dan bunga bungaan.
 
Dalam konsepsi Hindu, saat Tumpek Pengatag dihaturkan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Sangkara, Dewa Penguasa tumbuh-tumbuhan yang dikonkretkan melalui mengupacarai pepohonan. Memang, menurut tradisi susastra Bali, yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan hidup dan memberikan hasil kepada manusia adalah Hyang Sangkara. Karenanya, ucapan syukur dan penghormatan kepada Hyang Sangkara mesti dilakukan manusia dengan mengasihi segala jenis tumbuh-tumbuhan.


Dengan demikian, sejatinya, perayaan hari Tumpek Pengatag memberi isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi alam dan lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan penghidupannya. Pada Tumpek Pengatag, momentum kasih dan sayang kepada alam itu diarahkan kepada tumbuh-tumbuhan. Betapa besarnya peranan tumbuh-tumbuhan dalam memberi hidup umat manusia. Hampir seluruh kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Mulai dari pangan, sandang hingga papan.


Karena itu pula, tradisi perayaan Tumpek Pengatag tidaklah keliru jika disepadankan sebagai peringatan Hari Bumi gaya Bali dan kini bisa direaktualisasi sebagai hari untuk menanam pohon. Tumpek Pengatag merupakan momentum untuk merenungi jasa dan budi Ibu Bumi kepada umat manusia. Selanjutnya, dengan kesadaran diri menimbang-nimbang perilaku tak bersahabat dengan alam yang selama ini dilakukan dan memulai hari baru untuk tidak lagi merusak lingkungan. Sampai di sini, dapat disimpulkan para tetua Bali di masa lalu telah memiliki visi futuristik untuk menjaga agar Bali tak meradang menjadi tanah gersang dan kerontang akibat alam lingkungan yang tak terjaga. 


Bahkan, kesadaran yang tumbuh telah pula dalam konteks semesta raya, tak semata Bali. visi dari segala tradisi itu bukan semata menjaga kelestarian alam dan lingkungan Bali, tetapi juga kelestarian alam dan lingkungan seluruh dunia. Istimewanya, segala kearifan itu muncul jauh sebelum manusia modern saat ini berteriak-teriak soal upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Jauh sebelum dunia menetapkan Hari Bumi, tradisi-tradisi Bali telah lebih dulu mewadahinya dengan arif. Bahkan jauh sebelum orang menetapkan Desember sebagai bulan menanam pohon.

Hanya memang, perayaan Tumpek Pengatag sebagai Hari Bumi gaya Bali menghadirkan ironi tersendiri. Dalam berbagai bentuk, ritual dan tradisi itu berhenti pada wujud fisik upacara semata, dampak keterjagaan terhadap lingkungan Bali tak tampak secara signifikan. Kenyataannya, alam Bali tiada henti tereksploitasi. Situasi serba paradoks ini sesungguhnya lebih dikarenakan pemaknaan yang tidak total atau tanggung terhadap ritual-ritual yang ada. Ritual-ritual itu yang sesungguhnya hanya alat, sebatas wadah untuk mengingatkan, tidak diikuti dengan laku nyata, tidak disertai dengan aksi konkret. Karenanya, yang mesti dilakukan saat ini adalah upaya untuk memaknai ritual-ritual itu secara lebih kontekstual dan total sekaligus menyegarkannya dalam tataran laku tradisi. Perlu ada reaktualisasi terhadap kearifan-kearifan tradisi yang dimiliki Bali.


Karenanya, akan menjadi menawan, bila Tumpek Pengatag tak semata diisi dengan menghaturkan banten pengatag kepada pepohonan, tapi juga diwujudnyatakan dengan menanam pohon serta menghentikan tindakan merusak alam lingkungan. Dengan begitu, Tumpek Pengatag yang memang dilandasi kesadaran pikir visioner menjadi sebuah perayaan Hari Bumi yang paripurna. Bahkan, manusia Bali bisa lebih berbangga, karena peringatan Hari Bumi-nya dilakonkan secara nyata serta indah menawan karena diselimuti tradisi kultural bermakna kental. Bahkan, Bali tak perlu lagi dibuatkan tradisi baru: Hari atau Bulan Menanam Pohon.


Sumber : http://www.denpasarkota.go.id/main.php?act=edi&xid=54

Selasa, 22 Januari 2013

Menjadi Konsumen Yang Cerdas.

Apakah anda seorang konsumen? Jika ia, artinya anda menjadi bagian dari setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor. Ketika konsumen mendapat masalah mengenai jasa atau barang yang diterima, apa yang seharusnya dilakukan?

Di Indonesia konsumen dilindungi oleh undang-undang perlindungan Konsumen yaitu UNDANG –UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999. Tertulis di dalamnya mengenai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Undang-undang ini juga menerangkan mengenai hak dan kewajiban Pelaku usaha, yang dapat dijadikan acuan nanti nya sebagai bahan pertimbangan jika terjadi masalah dengan konsumen. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Apabila terjadi kasus kerugian, konsumen dapat menyampaikan nya kepada pelaku usaha apabila masalah tersebut dapat diselesaikan secara damai. Melalui LPKSM (Lembaga Perlindungan  Konsumen Swadaya Masyarakat) apabila anda membutuhkan mediasi dan advokasi untuk mendapatkan ganti rugi atas penggunaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan persyaratan.  Apabila masalah yang anda hadapi adalah perkara konsumen dan ingin penyelesaian di luar pengadilan melalui Konsiliasi, mediasi dan arbitrasi, anda dapat menghubungi BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen). Pemerintah juga dapat membantu melalui Dinas Indag serta unit atau instansi pemerintah terkait. Terakhir adalah melalui pengadilan apabila masalah tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan.                 
Untuk masyarakat Provinsi bali, Dilansir dari berita instansi Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Denpasar, pada tanggal 17 Maret 2011 telah dilantik anggota BPSK kota Denpasar, sebagai Badan yang bertanggung jawab menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Terdiri dari 3 unsur yaitu pemerintah, konsumen dan pelaku usaha, Badan ini diharapkan dapat memediasi setiap sengketa yang muncul antara konsumen dan pelaku usaha dengan sebaik-baiknya. Penyelesaian sengketa melalui BPSK tidak dipungut biaya dan waktu penyelesaian sengketa selambat-lambatnya 21 hari kerja sudah dikeluarkan keputusan. Contoh sengketa yang sudah pernah dimediasi BPSK adalah sengketa peralatan elektronik dan pembelian emas,
               
Sebagai konsumen kita harus teliti dalam memperhatikan barang atau jasa yang ditawarkan, sehingga dapat dihindari sengketa antara konsumen dan pelaku usaha nantinya. Memperhatikan label dan masa kadaluwarsa pada barang yang memiliki hal tersebut, serta dalam beberapa jenis produk, pastikan produk  tersebut bertanda jaminan mutu SNI.(eko)

Pertanyakan Kuliah Semester 8 dan Masalah PKL, Mahasiswa Semester 8 FPAS Hearing dengan WD III.

Puluhan mahasiswa semester 8 dari Fakultas Pendidikan Agama & Seni (FPAS) Universitas Hindu Indonesia (UNHI) kemarin (22/01/2013) pagi melakukan diskusi dan hearing dengan Wakil Dekan III FPAS di halaman depan Gedung FPAS. Aksi ini dilakukan menyusul simpang siur informasi mengenai kuliah semester 8 dan juga mempertanyakan kejelasan informasi mengenai kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

Dalam hearing tersebut, para mahasiswa ini mempertanyakan beberapa hal, antara lain yakni mengenai kejelasan kuliah semester 8, juga kejelasan mengenai pelaksanaan PKL. Informasi yang beredar, mahasiswa semester 8 masih mendapatkan 1 mata kuliah kepemangkuan. Hal ini dipertanyakan mahasiswa, mengapa tidak digabung ketika semester 7 yang lalu. Padahal semester 7 yang lalu hanya mendapatakan 4 mata kuliah saja.

Mata kuliah yang didapat pada semester 7 antara lain pengelolaan kelas, perencanaan pembelajaran, pengajaran remidi dan sosiologi agama. Idealnya mata kuliah pengelolaan kelas, perencanaan pembelajaran, pengajaran remidi  diberikan sebelum melakukan praktek mengajar. Jadi mahasiswa bisa mempraktekan apa yang mereka dapat di bangku kuliah saat praktek mengajar di sekolah, bukan baru diberikan pada semster 7 sedangkan mahasiswa sudah praktek mengajar pada semester sebelumnya. Hal ini mennimbulkan tanda tanya di kalangan mahasiswa.

Selain itu mahasiswa juga mempertanyakan kejelasan kegiatan PKL yang akan diadakan fakultas. Para mahasiswa banyak yang kurang setuju dengan kegiatan PKL yang rencananya akan diadakan di luar Bali ini. Alasannyapun beragam, mulai dari urgensi pelaksanaannya, mahasiswa sudah melakukan praktek mengajar ke sekolah juga melakukan Kuliah Kejra Nyata (KKN) selama 52 hari. Lalu sekarang lagi melaksanakan kegiatan PKL. Pemilihan tempat PKL yang jauh dan masalah biaya yang harus dikeluarkan juga banyak dikeluhkan. 

Masalah waktu juga menjadi alasan atau factor utama mahasiswa menolak kegiatan PKL ini dilakukan di luar Bali. Hal ini sebagian besar diutarakan oleh mahasiswa kelas sore yang sebagian besar bekerja. Ketika mahasiswa yang bekerja mengikuti kegiatan PKL secara otomatis berarti mahasiswa tersebut harus meninggalkan pekerjaannya. Hal ini sangat ditentukan oleh tempat kerja masing-masing, apakah memberikan ijin atau tidak. Padahal kita ketahui bersama bahwa mahasiswa yang bekerja mengumpulkan uang membantu orang tua untuk membiayai kuliahnya sendiri.

Pada kesempatan tersebut Drs. I Made Nada Atmaja, M.Si selaku Wakil Dekan III bidang kemahasiswaan FPAS ini menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa prihal kejelasan kuliah semester 8 dan kegiatan PKL. “Untuk masalah kuliah semester 8 tidak ada lagi kuliah teori, hanya tinggal PKL, sedangkan untuk masalah pembayaran biaya kuliah lainnya itu bukan kapasitas saya menjawab, silahkan langsung tanyakan langsung kepada Wakil Dekan (WD) II bidang keuangan” ujarnya 

Dosen yang akrab dipanggil Pak Nada ini menambahkan untuk masalah PKL itu sudah ada di kurikulum jadi wajib dilaksanakan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar S1. Awalnya sesuai rencana kegiatan PKL akan dilaksanakan pada akhir januari atau awal februari, tapi karena melihat reaksi mahasiswa tentang rencana PKL ini, selain itu karena cuaca yang kurang bersahabat sementara waktu pelaksanaan PKL diundur kira-kira sampai bulan maret atau april.

Di akhir acara hearing tersebut mahasiswa menyampaikan aspirasinya agar pihak fakultas mengkaji ulang rencana kegiatan PKL ke luar Bali, mahasiswa juga mendesak agar kegiatan PKL dilaksanakan di Bali saja. Hal ini akan lebih efektif dan efisien, baik dari segi waktu juga biaya.. WD III FPAS berjanji akan menyampaikan aspirasi mahasiswa tersebut kepada pihak fakultas, untuk kemudian membahasnya bersama segenap jajaran fakultas. (Gun)

Selasa, 15 Januari 2013

Hari Raya Pagerwesi


Hari Raya Pagerwesi ini jatuh tiap 6 bulan ( 210 hari ) pada Rabu Kliwon Shita, Pagerwesi juga termasuk rerainan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun rohaniawan. Hari Pagerwesi yaitu hari yang di khususkan untuk memagari jiwa dalam peyucian diri untuk dapat menerima kemuliaan dan berkah dari Sanghyang Pramesti Guru . (Tuhan Yang Maha Pencipta).

Pagerwesi mempunyai arti Pagar dari Besi. Ini melambangkan Segala sesuatu yang dipagari akan terlihat kokoh dan kuat atau dalam pengertian lain, sesuatu yang bernilai tinggi jangan sampai mendapat gangguan apa lagi dirusak. Bagi umat Hindu Hari Raya Pagerwesi dalam bahasa Bali-nya disebut magehang awak, Sanghyang Pramesti Guru dengan nama lain Dewa Siwa adalah manifestasi Tuhan yang di percaya menjadi gurunya manusia dan alam semesta ini juga yakini dapat menghapus segala hal hal yang buruk dalam diri manusia.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan, 

Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh. 

Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia mempunyai arti sebagai berikut :
Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.

Pelaksanaan upacara Pagerwesi sesungguhnya dititik beratnya kepada para pendeta atau rohaniawan pemimpin agama. Karena mereka yang lebih mengerti dan memahami tentang keberadaan Sang Hyang Pramesti Guru beserta para dewa lainnya, lalu kemudian disebar luaskan dan diajarkan kepada masyarakat dan umat Hindu Khususnya.

Pelaksaan Hari Raya Pagerwesi ini diadakan saat tengah malam dengan upacara dan persembahan yang ditujukan untuk Panca Maha Bhuta. Panca Maha Bhuta adalah 5 unsur terbentuknya manusia yang terdiri tanah, air, api, angin, ruang/tempat. Setelah upacara panca maha bhuta selesai dilaksanakan lalu di lakukan Yoga-Samadhi yang bertujuan untuk menentramkan hati dan pikiran agar dapat menahan gejolak dan hasrat yang tidak baik. Selain itu juga pada saat Hari Haya Pagerwesi dianjurkan berpuasa selama 1 hari ( 24 jam ). Konon pada jam 3:30 Sang Hyang Pramesti Guru disertai para Dewa dan Pitara, turun memberikan berkah pencerahaan kepada umat nya yang benar benar menjalankan.

Makna filosofinya adalah hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, dengan adanya guru kita bisa mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, tanpa guru kita bisa kehilangan arah dari tujuan semula sehingga tindakan bisa jadi salah arah . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan "pager besi" untuk melindungi hidup kita di dunia dan di alam lain nanti. Pengetahuan akan lebih bermakna dan berarti bila ada Guru yang membimbing, mengajarakan dan mengayomi.

Perayaan Hari Raya Pagerwesi ini adalah rentetan dari hari raya yang ada di Bali, dan bagi anda yang ingin melihat dan menyaksikan upacara adat pada hari raya Pagerwesi ini ada baiknya menyatu atau bersosialisasi dan terjun langsung kemasyarakat, disitu anda akan merasakan suasana dan keberadaannya juga unikan dari upacara tersebut.

Dari semua tulisan diatas disimpulkan bila Kehidupan kita tidak dipagari dan dibentengi dengan kebaikan ,pengetahuan yang cukup dan bimbingan rohani yang benar juga iman yang kuat, maka moral manusia akan rusak. Dengan Yoga-Samadhi kita memusatkan pikiran kita untuk menghadap sang Pencipta sebagai ungkapan terimakasih dengan apa yang telah diberikannya, Kunci dari itu semua kita perlu adanya Guru yang dapat membimbing kita agar dapat menuju ke arah yang lebih baik dan benar, sedang kan Hari raya Pagerwesi adalah hari untuk mengingatkan kita agar selalu menjalankan perintahnya, menjauhi larangannya, bersyukur, berlindung dan berbakti kepada Tuhan sebagai Guru sejati yang memberikan pengetahuan, kesejahteraan dan kemakmuran yang juga menciptakan alam beserta isinya.

sumber : http://wisatadewata.com/article/adat-kebudayaan/hari-raya-pagerwesi

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Free Web Hosting